Biografi Susi Susanti Biodata dan Profil tentunya sudah banyak mengenal siapa dia yaitu Susi Susanti yang banyak berprestasi di bidang olahraga bulu tangkis sampai saat ini walau pun dia sudah bukan menjadi atlit lagi, untuk lebih banyak mengenal siapa dia berikut adalah informasi mengenai biodata Susi Susanti utuk anda. semoga bermanfaat dan berguna untuk memotivasi diri mengambil sisi positiv dari kehidupan Susi Susanti
 Lucia Francisca Susi Susanti lahir di  Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971. Pemain bulutangkis putri  terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia ini ternyata sudah menyukai  permainan bulutangkis sejak duduk di bangku SD. Dukungan orangtuanya  membuat ia mantap untuk menjadi atlet bulutangkis. 
 Nama      : Lucia Francisca Susi Susanti
TTL : Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971
Menikah: 9 Februari 1997
Suami : Alan Budikusuma
Anak :Lourencia Averina (1999), Albertus Edward (2000), Sebastianus Frederick (2003)
Prestasi  :TTL : Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971
Menikah: 9 Februari 1997
Suami : Alan Budikusuma
Anak :Lourencia Averina (1999), Albertus Edward (2000), Sebastianus Frederick (2003)
- Hall of Fame dari International Badminton Federation (IBF), Mei 2004
- Herbert Scheele Trophy, 2002
- Medali Emas Olimpiade Barcelona, 1992
- Medali Perunggu Olimpiade Atlanta, 1996
- Juara Dunia pada World Championship, 1993
- Juara All England 4 kali (1990, 1991, 1993, 1994)
- Juara Piala Uber bersama tim Uber Indonesia 2 kali (1994 dan 1996)
- Juara Piala Sudirman bersama tim nasional Indonesia, 1989
- Juara World Badminton Grand Prix 6 kali (1990, 1991, 1992, 1993, 1994 dan 1996)
- Juara Indonesia Open 6 kali (1989, 1991, 1994, 1995, 1996, dan 1997)
- Juara Malaysia Open 4 kali (1993, 1994, 1995, dan 1997)
- Juara Japan Open 3 kali (1992, 1994, dan 1995)
- Juara Thailand Open 4 kali (1991, 1992, 1993, dan 1994)
- Juara Denmark Open 2 kali (1991 dan 1992)
- Juara China Taipei Open 2 kali (1991 dan 1994)
- Juara Korea Open, 1995
- Juara Dutch Open, 1993
 Ia memulai karir bulutangkis di klub  milik pamannya, PB Tunas Tasikmalaya. Setelah berlatih selama 7 tahun di  sana dan memenangkan kejuaraan bulutangkis tingkat junior, pada tahun  1985 ia pindah ke Jakarta. Saat itu ia kelas 2 SMP, namun telah berpikir  untuk serius di dunia bulutangkis.
 Di Jakarta, Susi tinggal di asrama dan  bersekolah di sekolah khusus untuk atlet. Pergaulannya terbatas dengan  sesama atlet, bahkan pacaran pun dengan atlet pula. Jadwal latihannya  pun sangat padat. Enam hari dalam sepekan, Senin s.d. Sabtu mulai dari  pukul 07.00 hingga pukul 11.00. Kemudian disambung lagi dari pukul 15  sampai pukul 19.00. Ada aturan tersendiri untuk makan, jam tidur, sampai  tentang pakaian. Ia tidak diperbolehkan menggunakan sepatu dengan hak  tinggi untuk menghindari kemungkinan keseleo. Untuk berjalan-jalan ke  mall pun hanya bisa pada hari Minggu. Itu pun jarang dilakukan karena  lelah berlatih.
 Untuk menjadi juara ia memang harus selalu disiplin  dan konsentrasi. Akhirnya ia pun menyadari dalam meraih prestasi memang  perlu perjuangan dan pengorbanan. “Kalau mau santai dan senang-senang  terus, mana mungkin cita-cita saya untuk jadi juara bulutangkis  tercapai? Sekarang rasanya puas banget melihat pengorbanan saya ada  hasilnya. Ternyata benar juga kata pepatah: Bersakit-sakit dahulu,  bersenang-senang kemudian,” kata Susi mengenang.
 Pada awal kariernya di tahun 1989, Susi  sudah berhasil menjadi juara di Indonesian Open. Selain itu berkat  kegigihan dan ketekunannya, Susi berhasil turut serta menyumbangkan  gelar Piala Sudirman pada tim Indonesia untuk pertama kalinya dan belum  pernah terulang sampai saat ini. Setelah itu ia pun mulai merajai  kompetisi bulutangkis wanita dunia dengan menjuarai All England sebanyak  empat kali (1990, 1991, 1993, 1994) dan menjadi Juara Dunia pada tahun  1993.
 Puncak karier Susi bisa dibilang terjadi  pada tahun 1992 pada saat ia menjadi juara tunggal putri cabang  bulutangkis di Olimpiade Barcelona, 1992. Susi menjadi peraih emas  pertama bagi Indonesia di ajang Olimpiade. Uniknya, Alan Budikusuma yang  merupakan pacarnya ketika itu, turut menjadi juara di tunggal putra.  Mereka berhasil mengawinkan gelar juara tunggal putra dan putri  bulutangkis pada Olimpiade Barcelona. Media asing menjuluki mereka  sebagai “Pengantin Olimpiade”, sebuah julukan yang terjadi menjadi  kenyataan di kemudian hari.
 Susi kembali berhasil meraih medali,  kali ini medali perunggu pada Olimpiade 1996 di Atlanta, Amerika  Serikat. Selain itu, Susi turut serta menorehkan prestasi dengan merebut  Piala Uber tahun 1994 dan 1996 bersama tim Uber Indonesia, gelar yang  telah lama lepas dari genggaman srikandi-srikandi kita. Puluhan gelar  seri grand prix juga berhasil ia raih sepanjang karirnya..
 Saat masih aktif menjadi pemain, Susi selalu berusaha  menjadikan dirinya sebagai contoh yang baik bagi pemain lainnya. Ia  sangat disiplin terhadap waktu latihan atau pun di luar latihan. Kiprah  Susi Susanti di dunia bulutangkis memang luar biasa. Dalam setiap  pertandingan, ia selalu menunjukkan  sikap yang tenang dan tanpa emosi bahkan pada saat tertinggal jauh  perolehan angkanya. Semangatnya yang pantang menyerah selalu berhasil membuat para pendukungnya yakin Susi akan memberikan usaha yang terbaik.
Walaupun telah puluhan gelar tingkat internasional ia raih, ada satu sikap yang tidak pernah hilang dari diri Susi Susanti. Ia selalu bersikap rendah hati dan terus berusaha untuk menjadi lebih baik lagi. Baginya, kekalahan bukanlah akhir dari segalanya, namun justru kesempatan untuk memperbaiki kemampuan dan menghindarkan dari sikap sombong. Sungguh satu sikap yang patut dicontoh oleh para generasi muda bangsa Indonesia!!
sumber referensi: 
 


.jpg) 
.jpg) 
+(2014).jpg) 
.jpg) 
.jpg) 
 
.jpg) 
.jpg) 
.jpg) 
 
0 komentar:
Posting Komentar