Home » , » Film Rayya: Cahaya Di Atas Cahaya (2012)

Film Rayya: Cahaya Di Atas Cahaya (2012)

Kali ini Nyangkutin.com mereview film Film Rayya: Cahaya Di Atas Cahaya (2012), tidak perlu panjang lebar, langsung aja liat dibawah ini uraian yang sudah nyangkut :

Rayya, Cahaya di Atas Cahaya
(Kredit Foto www.21cineplex.com)
Rayya: Cahaya Di Atas Cahaya

Jenis Film   : Drama
Pemain         : Titi Sjuman, Tio Pakusadewo, Alex Abbad, Christine Hakim, Lila Azizah, Verdi Solaiman, Richard Oh, Bobby Rahman, Vedie Budiman, Rico Marpaung
Sutradara   : Viva Mesti
Tgl. Tayang      : 20 September 2012
Distributor : MAM Productions, Pic[k]lock Productions

Road movies adalah genre yang tidak banyak diangkat oleh sineas Indonesia sejak kebangkitan film Indonesia 2000. Seingat saya hanya selain Rayya, Cahaya di Atas Cahaya yang disutradarai Viva Westi, film road movies Indonesia lainnya adalah 3 Hari untuk Selamanya yang dibesut oleh Riri Reza. Selain kedua film Indonesia itu, saya juga sudah menonton beberapa film luar bergenre road movies, yaitu The Motorcycle Diaries (2004) karya sutradara Walter Salles, film Prancis berjudul Le Grand Voyage (2004) karya Ismael Ferroukhi.

Esensi keempat film itu sebetulnya sama suatu perjalanan yang dilakukan atau dialami tokoh utamanya (ditemani atau menemani satu orang lagi) dengan suatu tujuan yang memberikan dampak bagi tokoh utamanya setelah melihat dan mengalami berbagai kejadian. Dalam The Motorcycle Diaries, Ernesto Che Guevara ketika masih menjadi mahasiswa fakultas kedokteran bersama kawannya selama 4 bulan menjelajah negri-negri America Latin pada 1950-an, di perjalanan ia melihat berbagai penindasan terhadap orang petani Indian yang akhirnya membuatnya memilih jalan “kiri” dan kelak menjadi tokoh penting di Kuba pada tahun 1960an.

Dalam Le Grand Voyage seorang pemuda Maroko-Prancis mengantarkan ayahnya untuk naik Haji ke Mekah melalui mobil dari paris melintasi beberaap negri eropa dan masuk timru Tengah. Interaksi antara ayah dan anak sepanjang perjalanan ini membenturkan nilai-nilai barat yang diadopsi Reda, nama pemuda itu (karena memang lahir di Prancis) dengan nilai ayahnya yang menjunjung tinggi nilai ke-Islaman (sang ayah terlahir di Maroko dan ke Prancis sebagai imigran) dan memberikan makna yang dalam pada dirinya ketika ia mendapatkan ayahnya meninggal sewaktu naik Haji.

Sementara 3 Hari untuk Selamanya bercerita tentang Yusuf dan Ambar, dua orang suadara sepupu menempuh perjalanan dari Jakarta ke Yogyakarta dengan mobil. Perjalanan yang shearusnya setengah hari karena beberapa hal menajdi tiga hari. Perjalanan ini memberikan perubahan bagi keduanya yang sama-sama usia post adolesence yang hidup dalam kukungan tradisi, berbenturan dengan kebebasan semu dan akhirnya malah melanggar norma-norma yang lebih tabu.

Rayya Cahaya di Atas Cahaya berkisah tentang seorang artis multitalenta dan cenderung arogan bernama Rayya (Titi Sjuman) melakukan perjalanan untuk pembuatan buku biografinya. Untuk itu ia menjalani pemotretan di beberapa kota. Dia memberi syarat hanya ditemani seorang fotografer. Karena selisih faham, fotografer pertama,  Kemal (Alex Abbad) dipecat ketika perjalanan baru sampai di Indramayu. Akhrinya dia ditemani oleh fotografer senior bernama Arya (Tio Pakusadewo).

Perjalanan hingga Bali ini memberikan makna yang mendalam bagi Rayya dan akhirnya diakui sendiri bahwa dia menemukan “universitas kehidupan”. Diceritakan Rayya mempunyai problem cinta dengan seorang laki-laki bernama Bram yang berprofesi sebagai pilot. Namun Bram ternyata sudah menjadi istri orang. Sementara Arya juga problem rumah tangganya diambang perceraian. Dalam perjalanan saling berbagi. Perjalanan proyek itu berakhir di Bali dan di sana baik Rayya maupun Arya menyelesaikan persoalan masing-masing dengan cara elegan.

Dari segi plot sebagai road movie, Rayya Cahaya di Atas Cahaya tak beda dengan tiga film road movie di atas. Yang beda mungkin kualitas dan isi kejadian yang mereka temui di jalan. Dari segi sinematografi, sebagai road movie Viva Westi juga tak kalah. Membuat road movie menurut saya harus piawai mengambil panorama lokasi. Dari segi ini, Viva Westi lumayan berhasil. Saya suka shot Rayya dari kejauhan dipotret atau pembicaraan antara Arya dan Rayya di atas bukit diambil dari kejauhan tetapi dialognya berdekatan dengan suasana temaram. Tentunya juga panorama lokasi yang disinggahi.

Dari belajar tentang kehidupan, tokoh Rayya mengalami petualangan yang tidak bisa ditemukannya ketika dikukung keglamouran. Hadir dalam sbeuah pesta perkawinan di sebuah kampung, bertemu Bu De-nya Arya yang memiliki maslaah pendengaran dan mengurus anak-anak autis, melihat anak-anak pemecah batu untuk mencari nafkah, buruh pabrik perempuan, baju mahal yang dicuri seorang pegawai hotel hingga yang paling menohok adalah ketika ia bertemu seorang ibu yang menjual pangan dari nasi kering. Si Ibu menolak uang Rp50.000 untuk dua panganan seharga Rp1500. “Saya bekerja bukan pengemis. Kalau beli dua harganya hanya Rp3000,” cetus ibu itu. Jelas bagi si ibu bukan perkara Rp50.000 tetapi adalah mempertahankan martabat.

Saya memberikan apresiasi terhadap Christine Hakim yang “tidak ada matinya” berkating. Sebagai Bu De dari Arya,ia menyakinkan saya sebagai seorang yang bermasalah pada pendengarannya. Dialog dia dengan Aryya, ialah: Kamu Indonesianya di mana? Rayya menjawab: gado-gado. Bu De-nya kemudian mengria Rayya ingin makan gado-gado. Kocak sekali dan natural. Begitu juga ketika anak-anak asuhnya harus berulang-ulang menyebut namanya di telinga merupakan scene yang berkelas.

Titi Sjuman terkesan terlalu bawel sebagai Rayya. Dialog-dialog dengan puisi terasa nyinyir dan agak kurang lazim dilakukan seorang artis Indonesia di dunia nyata. Keseluruhan aktingnya lumayan. Walaupun saya lebih suka Titi Sjuman ketika main sebagai TKW dalam Minggu Pagi di Victoria Park. Selain itu masa sih dalam perjalanan yang kerap panas itu dia pakai baju rancangan? Bukankah pakaian itu lebih cocok dikenakan di  panggung catwalk? Sementara akting Tio Pakusadewo (seperti biasanya) harus diberi apreasiasi.

Saya memasukan Rayya Cahaya di Atas cahaya sebagai film yang bagus (Tiga bintang). Sayang penonton indonesia masih banyak yang belum terbiasa menonton film yang penuh dialog puitis seperti ini dan mirip film semi dokumenter.

Official Movie Trailer Rayya: Cahaya Di Atas Cahaya

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Juragantomatx | Bioskoptigalima
Copyright © 2016. Nyangkutin | Semuanya Nyangkut Disini - All Rights Reserved
Template : Bebas Download Gratis | Juragan Tomat News
Proudly powered by Blogger